DEFINISI AL-MAQAMAT DAN AL-AHWAL
OLEH:
DOLI RAMADHAN
NIM:0705163027
DOSEN PENGAMPU:
Dr. JA’FAR, MA
FISIKA-1
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri SUMATRA UTARA
PENDAHULUAN
Ajaran Tasawuf dalam Islam memang tidak sama kedudukan hukumnya dengan rukun-rukun Iman dan rukun-rukun Islam yang sifatnya wajib, tetapi ajaran Tasawufbersifat sunnat. Upaya para Ulama Tasawuf memperkenalkan ajarannya lewat kitab-kitab yang telah dikarangnya sejak abad ketiga Hijriyah, dengan metode peribadatandan istilah-istilah (simbol Tasawuf) yang telah diperoleh dari pengalaman batinnya,yang memang metode dan istilah itu tidak didapatkan teksnya dalam Al- Qur’an dan Hadis. Tetapi sebenarnya ciptaan Ulama Tasawuf tentang hal tersebut, didasarkan pada beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadits, dengan perkataan “Udhkuru” atau“Fadhkuru”. Dari perintah untuk berzikir inilah, Ulama Tasawuf membuat suatu metode untuk melakukannya dengan istilah “Suluk”.Dikatakan bahwa ajaran Tasawuf sebenarnya termasuk kelanjutan dari ajaranMistik umat terdahulu, kemiripannya tidak berarti bahwa Tasawuf dalam Islam adalahMistik umat terdahulu, tetapi memang banyak ajaran umat terdahulu masih dipertahankan oleh Islam.
Pengertian maqamat
Arti al-Maqamat menurut istilah sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat kepada Allah.
Dalam bahasa inggris, maqamat dikenal dengan istilah stages yang artinya tangga.Sedangkan dalam ilmu tasawuf maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yang telah diusahakan.
Pengertian Ahwal
Secara bahasa al-Ahwal adalah sesuatu yang terjadi yang mendadak bertempat pada hati nurani dan tidak bertahan lama.
Dalam bukunya Abuddin Nata Akhlak Tasawuf.Hal atau Akhwal merupakan keadaan mental perasaan senang, perasaan takut,perasaan sedih, dan sebagainya.
Sedangkan menurut imam al-Ghazali dalam bukunya menerangkan bahwa,hal adalah kedudukan atau situasi kejiwaan yang dinugrahkan Allah kepada seorang hamba pada suatu waktu, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata.
Sedangkan hal atau arti jamak adalah ahwal adalah suasana atau keadaan yang menyelimuti kalbu, yang diciptakan sebagai hak prerogatif pada Allah dalam hati setiap hambaNya.Tidak ada sufi yang mampu merubah keadaan tersebut apabila datang saatnya atau memperhatikannya apabila pergi.
Nata,Abuddin,(2005), “Kamus Ilmu Tasawuf”, Wonosobo: Amzah
A. Definisi
Abu al-Najib al-Suhrawardi dan al-Qusyairi memberikan penjelasan mengenai al-Maqamat dan al-Ahwal. Dalam adab al-Muridin, Abu al-Najib al-Suhrawardi, al-Maqamatadalah tingkatan spiritual seorang hamba dalam ibadah di hadapan Allah Swt. Dalam Risalahal-Qusyairiyyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa al- Maqamat adalah tingkatan spiritual yangakan diraih salik dengan jalan mujahadah dan mengamalkan adab-adab, perilaku, dan sikaptertentu, serta riyadhah. Menurutnya, seorang saliktidak akan dapat menaiki maqamselanjutnya sebelum berhasil menjalani dan memperoleh maqam sebelumnya. Setiap salikharus menjalan peraturan-peraturan secara konsisten untuk mendapatkan suatu maqamtertentu. Misalnya, seorang salik harus melaksanakan ritual mistis secara konsisten demi mendapatkan maqam wara’ sebelum memulai usaha untuk mendapatkan maqam al-zuhud.
Mengenai al-ahwal, para sufi telah meyebutkan beberapa keadaan hati seorang salikyang dirasakan selama melewati beragam tingkatan spiritual. Menurut al-Thusi, diantara al-ahwal adalah al-muraqabah, al-qurb, al-mahabbah, al-khauf, al-raja’, al-swawq, al-uns, al-thuma’ninah, al-musyahadah, dan al-yaqin. Menurut al-Quayairi, diantara yang termasuk alahwal adalah thurb, huzn, basth, qabdh, dan syawq. Menurut Abu al-Najib al-Suhrawardi,diantara yang termasuk dalam al-ahwal adalah al-muraqabah, al-qurb, al-mahabbah, al-raja’,al-khauf, al-haya’, al-syawq, al-thuma’ninah, al-yaqin, dan al-musyahadah. Sejumlah al-ahwal tersebut merupakan pemberian Allah Swt. Kepada salik yang sedang menjalani beragam ibadah untuk menakapi satu persatu maqam dari yang awal sampai yang paling akhir sebagai puncak tertinggi dari kedudukan spiritual yang mungkin dicapai seorang sufi.
B. Pondasi al-Maqamat
Menurut Nashar yang merupakan seorang sufi sekaligus saintis Muslim, riyaddhahadalah menahan jiwa binatang agar salik tidak mengikuti kecendenungannya terhadap nafsu dan amarah, dan menahan jiwa rasional agar tidak menuruti insting binatang serta watak dan perbuatan tercela. Riyadhah dimaknai juga sebagai pembiasaan jiwa manusia untukmelakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengarahkannya menuju kesempurnaan yangdapat dicapainya. Tujuan riyadhah adalah menghilangkan semua hambatan yang merintangi jalan menuju Allah terutama kesenangan lahir dan batin; menundukkan jiwa binatang kepadaakal praktis yang mendorong jiwa dalam mencari kebenaran; dan membiasakan jiwa agarselalu siap untuk menerima pancaran Allah Swt. Sehingga jiwa tersebut mampu memperolehkesempurnaan yang bisa dicapainya. Para salik tidak bisa tidak¬, harus mengamalkanibad¬ah, mujahadah, dan riyadah dalam menyucikan jiwa mereka untuk dapat meraih seluruhtingkatan al-maqamat dan dianugrahi al-ahwal.
Dalam mendapatkan al-maqam dan al ahwat tertentu, menurut al-Kalabazi, seorangsufi harus menjalankan amalan- amalan agama secara benar. la mengatakan bahwa ilmu-ilmusufi adalah ilmu-ilmu tentang keadaan-keadaan (al-a¬hwal) yang diwariskan dari amal-amaltertentu dan hanya dialami oleh orang yang mengamalkan (agama) secara benar. Langkahmenuju amal yang benar adalah mengetahui hukum-hukum syariat (al-ahkam al-syariah),memahami Al-quran (al-kitab), sunnah (al-sunnal), ijimak salaf (ijma'al-s¬alaf), akidah Ahlussunnah Waljamaah, dan ilmu makrifat (ilm ma’rifah). Sebagai seorang sufi dari mazhab
Sunni, al-Kalabazi berharap para salik mengamalkan ajaran Islam yang sesuai dengan doktrin
mazhab Sunni baik dalam bidang akidah maupun syariah demi meraih tujuan tasawuf.
C. Hierarki al-Maqamat
Dalam karya-karya tasawuf karangan sufi dari mazhab Sunni, akan dapat dilihatragam rumusan mengenai al-maqamat sebagai tingkatan yang harus diraih seorang Saliksecara mandiri dengan melakukan berbagai al-ibadah, al-mujahadah, dan al-ryadat, mulai darimaqam pertama sampai kepada maqam paling puncak. Sekadar contoh, Abi Nashr Abd Allahibn Ali al-Sarraj al- Thusi (w.988 M). Menyusun al-maqamat dari maqam pertama sampaimaqam paling puncak, yang dimulai dari tobat (al-taubah), warak (wara), zuhud (al-zuhd),kefakiran (al-faqr), sabar (al-shabr), tawakal (al-tawakkul),¬ sampai rida (al-ridha). Susunanal-maqamat menurut al-Ghazali adalah tobat (al-taubah), sabar (al-shabr), fakir (al-faqr),zuhud (al-zuhd), tawakal (al-tawakkul),¬ cinta(al-mahabbah), dan rida (al-ridha).
Tobat (al-taubah)
lstilah tobat diartikan sebagai berbalik dan kembali kepada Allah dari dosa seseoranguntuk mencari pengampunan-Nya, dan istilah ini telah dijelaskan oleh para sufi dalam karya-karya mereka. Dzun Nun al-Mishri menegaskan bahwa tobat dibagi menjadi tiga: "tobatkaum awam (al'amm) yakni tobat dari dosanya (taubah min al-zunubi; tobat orang terpilih(al- khash) yakni tobat dari kelupaannya (al-ghaflah); dan tobat para nabi yakni tobat dari
kesadaran mereka atas ketidakmampuan untuk mencapai apa yang telah dicapai orang lain”.
Menurut al-Qusyairi, tobat adalah awal pendakian dan maqam pertama bagi sufi pemula.Menurutnya, "tobat adalah kembali dari sesuatu yang dicela syariat menuju kepada sesuatuyang dipuji syariat... tobat diharuskan memenuhi tiga syarat yaitu menyesali atas pelanggaranyang telah dibuat, meninggalkan jalan licin (kesesatan) pada saat melakukan tobat,dan berketetapan hati untuk tidak mengulangi pelanggaranpelanggaran serupa. Junaid al-Baghdadi mengatakan bahwa "tobat memiliki tiga makna, yakni penyesalan, tekatmeninggalkan segala larangan Allah swt. Dan berusaha memenuhi hak-hak semua orang
yang pernah dizalimi.
Warak (wara’)
Al-Qusyairi menjelaskan bahwa “wara’ adalah meninggalkan segala hal yangsyubhat”. Ibrahim bin Adam berkata, “wara adalah meninggalkan hal-hal yang syubhat dansegala hal yang tidak pasti yakni meninggalkan hal-hal yang tidak berfaedah”. Yahya binmu’az berkata, “wara’ terbagi menjadi dua, wara’ lahir yaitu semua gerak aktivitas hanya tertuju kepada Allah swt., dan wara' batin yaitu hati yang tidak dimasuki apapun kecuali
hanya mengingat Allah swt. Yunus bin Ubaid mengatakan, “wara adalah menghindarkan diridari segala bentuk syubhat dan memelihara diri dari segala bentuk arah pandangan”. Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, wara’ adalah menjaga diri dari perbuatan dan barang haram dansyubhat. Menurutnya, ada tiga derajat warak, yakni menjauhi keburukan karena hendakmenjaga diri, memperbanyak kebaikan dan menjaga iman; menjaga hukum dalam segala halyang mubah, melepaskan diri dari kehinaan, dan menjaga diri agar tidak melampaui hukum dan menjauhi segala sesuatu yang mengajak kepada perpecahan.
Zuhud (al-zuhud)
Kata zuhud berasal dari bahasa Arab, zahada, yazhudu, zuhdan yang artinyamenjauhkan diri, tidak menjadi berkeinginan, dan tidak tertarik. Dalam bahasa Indonesia,zuhud berarti “perihal meninggalkan keduniawian; pertapaan.” Dalam Al-Quran, kata zuhudmemang tidak digunakan, melainkan kata al-zahidin sebanyak 1 kali yang disebut dalam Q.SYusuf/12:20. Meskipun istilah ini kurang banyak digunakan dalam Al-Quran mengenaikeutamaan akhirat ketimbang dunia.
Kefakiran (al-faqr)
Menurut al-Ghazali, fakir dapat bermakna tidak memiliki harta. Menurutnya, ada limatingkat fakir, dua diantaranya yang paling tinggi derajatnya, yakni seorang hamba yang tidaksuka diberi harta, merasa tersiksa dengan harta, dan menjaga diri dari kejahatan dankesibukan untuk mencari harta; dan seorang hamba tidak merasa senang bila mendapatkanharta, dan tidak merasa benci bila tidak mendapatkan harta.
Sabar (al-shabr)
Kata sabar berasal dari bahasa Arab, shabara, yashbiru, shabran, maknanya adalahmengikat, bersabar, menahan dari larangan hukum, dan menahan diri dari kesedihan. Kata inidisebut di dalam Al-Quran sebanyak 103 kali. Dalam bahasa Indonesia, sabar bermakna
“tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati),
dan tabah, tenang, tidak tergesa-
gesa, dan tidak terburu nafsu.
Tawakal (al-tawakkul)
Berasal dari bahasa Arab, wakila, yakilu, wakilan yang berarti “mempercayakan, memberi, membuang urusan, bersandar, dan bergantung. Istilah tawakal disebut didalam Al-Quran dalam berbagai bentuk sebanyak 70 kali. Dalam bahasa Indonesia, tawakal adalah “pasrah diri kepada kehendak Allah; percaya dengan sepenuh hati kepada Allah (dalam penderitaan dan sebagainya), atau sudah berikhtiar baru berserah kepada Allah.
Cinta (al-mahabbah)
Menurut al-Ghazali, al-mahabbah adalah al-maqam sebelum rida. Kaum sufimendasari ajaran mereka tentang cinta dengan Al-Quran, hadis, dan atsar. Diantara dalilnyaadalah Q.S. al-Maidah/5:54. Q.S. al-Shaff/61:4, Q.S. Ali Imran/3:31. Kata cinta disebut Al-Quran secara berulang kali, meskipun tidak hanya dalam makna cinta kepada Allah Swt.Sebagaimana yang dimaksudkan oleh kaum sufi. Kata hub disebut Al-Quran sebanyak 99 kali dalam berbagai bentuk kata, antara lain hubb dan yuhibbu, sedangkan dalam kata al-mahabbah tidak digunakan Al-Quran.
Rida (al-ridha)
Kata rida berasal dari kata radhiya, yardha, rihwanan yang artinya “senang, puas,memilih, persetujuan, menyenagkan, dan menerima”. Dalam kamus bahasa Indonesia, ridaadalah “rela, suka, senang hati, perkenan, dan rahmat”.
D. Al-Maqam Lainnya
Sebagian sufi menilai bahwa setelah mencapai maqam rida, seorang salik masih dapatmencapai maqam seperti makrifat (al- ma’rifah), dan menegaskan bahwa al -ridha bukan maqam tertinggi.Sebagian sufi lain menghadirkan ajaran lain mengenai al-maqam tertinggi. Al-Hallajmengenalkan paham al-hulul, Abu Yazid al-Bistamimemiliki ajaran tentang al-ittihad, dan Ibn ‘Arabi mengajarkan paham wahdah al -wujud yang dielaborasi lebih lanjut oleh Mulla Shadra.
E. Mengenal al-Ahwal
Sebagaimana sufi pernah menyebut beberapa contoh al-ahwa adalah al-muraqabah,al-khauf, dan al-syawq. Berbeda dalam al-maqamat yang diraih dari hasil usia salik secaramandiri dengan melakukan ibadah, mujahadah, dari riyadhah, al-ahwal tidak diraih secaramandiri, melainkan anugrah dari Allah swt. Dan keadaannya tidak kekal dalam diri seorang salik.
Al-Muraqabah
Ajaran muraqabah merupakan salah satu bentuk dari al-ahwal. Kata al-muraqabahmemang tidak digunakan Al-Quran, meskipun kata yang seakar dengannya dapat ditemukanantara lain raqiba, dan semua kata yang seakar dengan al-Muraqabah disebut sebanyak 24 kali.
Takut (al-Khauf)
Para sufi telah membicarakan masalah takut (al-khauf) dalam karya-karya mereka.Menurut al-Qusyairi, makna takut kepada Allah Swt adalah takut kepada siksaan-Nya, baik di dunia maupun akhirat.
Harap (al- raja’)
Menurut al- Qusyairi, raja’ adalah “ketergantungan hati pada sesuatu yang dicintai,yang akan terjadi dimasa yang akan datang.
Rindu (al-syawq)
Para sufi telah menjelaskan makna al-syawq dalam karya-karya mereka. Al-Qusyairimisalnya, mengatakan bahwa rindu adalah keguncangan hati untuk menemui yang dicintai (Allah Swt).
Ja’far,(2016),”Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi”, Medan: Perdana Publishing, hlm 48-90
KESIMPULAN
Maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah berdasarkan apa yangtelah diusahakan. Sedangkan ahwal yaitu kedudukan atau situasi kejiwaan yang dianugerahkan Allah kepada seorang hamba-Nya, baik sebagai buah dari amal saleh yang mensucikan jiwa atau sebagai pemberian semata.
DAFTAR PUSTAKA
Ja’far.(2016).”Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoritis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi”. Medan: Perdana Publishing
Nata Abuddin.(2005). “Kamus Ilmu Tasawuf” .Wonosobo: Amzah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar