PONDASI AL-MAQAMAT DAN AL-AHWAL
OLEH:
DOLI RAMADHAN
NIM:0705163027
DOSEN PENGAMPU:
Dr.Ja’far, MA
FISIKA
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri SUMATRA UTARA
PENDAHULUAN
Banyak hal yang dilakukan oleh kaum sufi untuk menyucikan dirinya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan tantangannya yang lebih berat adalah banyaknya larangan yang sudah dijalankan pada orang banyak di kehidupan masyarakt sehari-hari apalagi pada zaman sekarang yang kerapkali sibuk dengan kepentingan dunia dan juga hal yang menjerumuskan kita kepada kenikmatan yang hanya untuk sementara.Sebagai umat muslim sepatutnya hal yang diajarkan kaum sufi patut dipelajari dan diamalkan dan sangat bermanfaat untuk umat muslim untuk mendapatkan ketenangan, kebahagiaan, dan ketentraman hati serta pikiran yang bersih..Pada BAB ke-VI ini kita akan membahas pondasi al-Maqamat dan al-Ahwal.
Maka daripada itu mari kita baca, kita pelajari, dan kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari dan kita sampaikan kepada seluruh umat dan semoga kita dekat kepada Allah SWT dari penerapan penyucian hati dan pikiran.
PEMBAHASAN
KHALWAH DAN ‘UZLAH
Dalam memperoleh maqam tertentu, selain wajib menjalankan berbagai bentuk ibadah,mujahadah, dan riyadhah, seorang salik harus melakukan khalwah dan ‘uzlah dalam melaksanakan perjalanan spiritual menuju Allah SWT.Dalam Risalah al-Qusyairiyah, al-Qusyairi menjelaskan bahwa menyepi, (khalwah) adalah sifat ahli sufi, dan mengasingkan diri (‘uzlah) menjadi tanda seseorang telah bersambung dengan Allah SWT, praktik spiritual ini memberikan manfaat bagi penempuh jalan seperti menghindarkan diri dari semua sifat tercela, menghasilkan kemuliaan, mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengobati hati.Khalwah (menyepi) adalah pemutusan hubungan dengan makhluk menuju penyambungan hubungan dengan al-Haqq.Khalwah merupakan perjalanan ruhani dari nafsu menuju hati, dari hati menuju ruh, dari ruh menuju alam rahasia, dan dari alam rahasia menuju Allah SWT.Sedangkan hakikat ‘uzlah (mengasingkan diri) adalah menjaga keselamatan diri dari niat buruk orang lain.Dalam Ihya’ Ulum al-Din, al-Ghazali menjelaskan bahwa praktik mengasingkan diri memiliki banyak manfaat bagi seorang penempuh jalan spiritual.Pertama, dapat mengosongkan diri hanya beribadah kepadah Allah SWT, mengendalikan hati dengan bermunajat kepada-Nya dan menyibukkan diri dengan menyingkap rahasia-rahasia-Nya tentang masalah dunia dan akhirat.Kedua, dapat melepaskan diri dari perbuatan-perbuatan maksiat yang biasa dilakukan dan dihadapi manusia selama hidup bermasyarakat seperti mengumpat, adu domba, pamer, diam dari amal ma’ruf nahi munkar, dan meniru tabiat buruk dan perbuatan keji akibat rakus terhadap kehidupan duniawi.Ketiga, membebaskan diri dari kejahatan-kejahatan manusia.Keempat, memutuskan diri dari kerakusan manusia dan kerakusan terhadap dunia.Kelima, membebaskan diri dari penyaksian atas orang-orang yang berperangai buruk dan bodoh.Keenam, menghasilkan ketaatan dalam kesendirian dan terlepas dari perbuatan tercela dan larangan Allah SWT.
Nashr al-Din al-Thusi mengungkapkan bahwa mengasingkan diri akan dapat mengarahkan salik meraih pancaran dari Allah SWT.Seluruh kaum sufi menegaskan urgensi khalwah dan ‘uzlah bagi salik memerlukan konsentrasi diri dan jauh dari gangguan publik yang dapat merusak kekhusyukan dalam mendekatkn diri kepada Allah SWT.
Dalam khalwah dan ‘uzlah, seorang salik harus menjalankan berbagai bentuk ibadah, mujahadah, dan riyadhah.Menurut al-Qusyairi, ibadah atau ‘ubudiyah adalah “melaksanakan segala apa yang diperintahkan, dan menjauhi segala hal yang dilarang”.Salah satu yang menjadi andalan seorang salik adalah zikir.Menurut ‘umar Suhrawardi, seorang salik mengamalkan berbagai bentuk wirid yang terus menerus diulang oleh semua sufi, antara lain la ilaha illallah, ya Allah, ya Hu, ya Haqq, ya Hayy, ya Qayyum, dan ya Qahhar.Selain berzikir secara terus menerus dengan lisan sampai hati, seorang salik yang sedang berkhalwat harus dalam keadaan berwuduk, berpuasa, sedikit makan, sedikit tidur, sedikit berbicara, menafikan berbagai pikiran, dan terus beramal ibadah dengan menjalankan ibadah salat (wajib dan sunnah) dan zikir.Kebanyakan sufi mengadakan Khalwah selama empat puluh hari, meskipun banyak sufi terus-menerus melakukan khalwah dalam waktu bertahun-tahun.
Ja’far, 2016, “Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi”, Medan:Perdana Publishing, hlm.52-54
MUJAHADAH
Mengenai mujahadah, teori ini antara lain didasari oleh Q.S. al-Ankabut/29: 69.Meskipun kata al-Mujahadah tidak digunakan al-Quran, tetapi kata yang seakar dengannya disebut sebanyak 44 kali, antara lain dalam bentuk jahada, jahadu, tujahiduna, yujahidu, yujahidun, jahidi, jihadin, jihadan, al-mujahidun, dan al-mujahidin.Seorang sufi bernama Abu ‘ali al-Ruzabari menjelaskan bahwa “ketahuilah bahwa dasar dan tiang mujahadah adalah menyapih nafsu dari kebiasaan-kebiasaannya dan membawanya pada penentangan hawa nafsu dalam semua waktu.Sedangkan sufi lain, Hasan al-Qazaz mengatakan bahwa “mujahadah dibangun atas tiga hal: tidak makan bila sangat butuh, tidak tidur kecuali mengantuk, dan tidak bicara kecuali terdesak.
Ibid, hlm.55
RIYADHAH
Riyadhah adalah latihan kejiwaan melalui upaya membiasakan diri agar tidak melakukan perihal yang mengotori jiwanya. Suatu pembiasaan biasanya dilakukan terus-menerus secara rutin sehingga seseorang benar-benar terlatih, khususnya dalam menahan diri agar jauh dari berbuat maksiat atau dosa. Riyadhah bukanlah perkara mudah, sehinggadalam pelaksanaannya diperlukan mujahadah. Dengan kata lain riyadhah dapat diartikansebagai salah satu metode sufistik dengan latihan amal-amal positif (salih) secara istiqamahdan mujahadah guna melenyapkan pengaruh negatif (maksiat) dari jiwa yang terkontaminasi dosa. Menurut Anwar dan solihin setelah riyadhah berhasil dilakukan, maka salik akan memperoleh makrifat.
Bangun ahmad, “Akhlak Tasawuf (Pengenalan, Pemahaman, dan Pengaplikasiannya disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Sufi”: 2013: PT.Raja Grafindo Perkasa, Hlm. 28
Menurut Nashr al-Din al-Thusi yang merupakan seorang sufi sekaligus saintis Muslim, riyadhah adalah menahan jiwa binatang agar salik tidak mengikuti kecenderungannya terhadap nafsu dan amarah, dan menahan jiwa rasional agar tidak menuruti insting binatang serta watak dan perbuatan tercela.Riyadhah dimaknai juga sebagai pembiasaan jiwa manusia untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mengarahkannya menuju kesempurnaan yang dapat dicapainya.Tujuan Riyadhah adalah menghilangkan semua hambatan yang merintangi jalan menuju Allah terutama kesenangan lahir dan batin; menundukkan jiwa binatang kepada akal praktis yang mendorong jiwa dalam mencari kebenaran; dan membiasakan jiwa agar selalu siap untuk menerima pancaran Allah SWT, sehingga jiwa tersebut mampu memperoleh kesempurnaan yang bisa dicapainya.Para salik, tidak bisa tidak, harus mengamalkan ‘ibadah, mujahadah, dan riyadah dalam menyucikan jiwa mereka untuk dapat meraih seluruh tingkatan al-maqamat dan di anugrahi al-ahwal.
Dalam mendapatkan al-maqam dan al-ahwal tertentu, menurut al-Kalabazi, seorang sufi harus menjalankan amalan-amalan agama secara benar.Ia mengatakan bahwa ilmu-ilmu sufi adalah ilmu-ilmu tentang keadaan-keadaan (al-ahwal) yang diwariskan dari amal-amal tertentu dan hanya dialami oleh orang yang mengamalkan (agama) secara benar.Langkah menuju amal yang benar adalah mengetahui hukum-hukum syariat (al-ahkam al-syari’ah), memahami Alquran (al-kitab), sunnah (al-sunnah), ijmak salaf (ijma’ al-salaf), akidah Ahlussunnah Waljamaah, dan ilmu makrifat (‘ilm ma’rifah).Sebagai seorang sufi dari mazhab Sunni, al-Kalabazi berharap para salik mengamalkan ajaran Islam yang sesuai dengan doktrin mazhab Sunni baik dalam bidang akidah maupun syariah demi meraih tujuan tasawuf.
Ja’far, loc.cit
KESIMPULAN
Khalwah adalah kegiatan seseorang yang sangat atau hanya bergantung dan berusaha terhubung dengan Allah SWT dan ‘uzlah adalah berpaling dari perbuatan dari orang-orang keji yang ada di sekitarnya.Mujahadah adalah usaha mengendalikan dan meminimalisir nafsunya agar terhindar dari perbuatan yang buruk dan berlebihan dari godaan dunia.Riyadhah adalah suatu usaha seseorang agar selalu ingin sangat dekat dengan Allah SWT dengan menjauhi sifat buruk dalam hal apapun itu.
DAFTAR PUSTAKA
Bangun ahmad.2013. “Akhlak Tasawuf (Pengenalan, Pemahaman, dan Pengaplikasiannya disertai Biografi dan Tokoh-tokoh Sufi”. : PT.Raja Grafindo Perkasa
Ja’far. 2016. “Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi”. Medan: Perdana Publishing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar