Selasa, 18 April 2017

Tobat dan Warak



TOBAT DAN WARAK

Oleh:
DOLI RAMADHAN
NIM:0705163027

Dosen Pengampu:
Dr. Ja’far, M.A




FISIKA-1
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri SUMATRA UTARA







PENDAHULUAN

Al-Maqamat yaitu tingkatan kedekatan antara seorang sufi dengan Allah Swt dengan usaha menempuh jalan spriritual dengan tangga-tangga spiritual.Ada 7 tingkatan dalam perjalanan spriritual jiwa manusia menuju Allah Swt dan yang paling dasar tingkatannya adalah tobat (al-taubah) dan warak (wara’).Dalam resume ini kita membahas definisi tentang tobat dan warak sebagaimana yang kita ketahui tobat adalah hal yang paling mendasar untuk meminta ampun dari segala dosa karena kita tak akan bisa dekat dengan-Nya kalau tidak ada pembersihan hati dan pikiran didalam diri kita, dan ketika kita bertaubat maka sangat erat kaitannya dengan wara’.
Mari kita baca, pelajari, pahami, amalkan, dan sebarkan kepada seluruh umat betapa pentingnya taubat dan wara’ yang patut kita contoh dari kaum sufi dan para Nabi dan Rasul kita.





































PEMBAHASAN


Tobat (al-taubah)

Dalam bahasa Indonesia, tobat bermakna “sadar dan menyesal akan dosa (perbuatan yang salah atau jahat) dan berniat akan memperbaiki tingkah laku dan perbuatan”.Maqam tobat (al-taubah) merupakan maqam pertama yang harus dilewati setiap salik dan diraih dengan menjalankan ‘ibadah, mujahadah, dan riyadhah. Hampir semua sufi sepakat bahwa tobat adalah maqam pertama yang harus diperoleh setiap salik. Istilah tobat berasal dari bahasa Arab, taba, yatubu,tobatan, yang berarti kembali, dan desebut oleh Alquran sebanyak 87 kali dalam berbagai bentuk. Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi menyebutkan bahwa istilah tobat disebut Alquran berulang berulang kali dengan beragam bentuk kata, seperti taba, tabu, tubtu, tubtum, atubu, tatuba, yabtu, yatubu, yatubu, yatubun, tub, tubu, al-taubi, taubah, taubatuhum, ta’ibat, al-ta’ibun, tawwab, tawwaba, al-tawwabin, matab, dan mataba.Kata taubah disebut sebanyak 6 kali, yakni dalam Q.S. al-Nisa’/ 4: 17-18, 92; Q.S. al-Taubah/ 9: 104; Q.S. al-Syura/ 42: 25; dan Q.S. al-Tahrim/ 66: 8.Alquran menyebutkan bahwa di antara sifat Allah adalah tawwab disebut sebanyak 8 kali, dan tawwaba yang disebut 3 kali. Data ini menunjukkan bahwa konsep tobat sangat penting dalam ajaraan Islam.
Istilah tobat diartikan sebagai berbalik dan kembali kepada Allah dari dosa seseorang untuk mencari pengampunan-Nya, dan istilah ini telah dijelaskan oleh para sufi dalam karya-karya mereka. Dzun Nun al-Mishri menegaskan bahwa tobat dibagi menjadi tiga: “tobat kaum awam (al-amm) yakni tobat dari dosanya (taubah min al-zunuubi); tobat orang terpilih (al-khash) yakni tobat dari kelupaannya (al-ghaflah); dan tobat para nabi yakni tobat dari kesadaran mereka atas ketidakmampuan untuk mencapai apa yang telah dicapai orang lain. Menurut al-Qusyairi, tobat adalah awal pendakian dan maqam pertama dari sufi pemula. Menurutnya ,” tobat adalah kembali dari sesuatu yang dicela syariat menuju kepada sesuatu yang dipuji syariat. Tobat diharuskan memenuhi tiga syarat yaitu menyesali atas pelanggaran yang telah dibuat, meninggalkan jalan licin (kesesatan) pada saat melakukan tobat, dan berketetapan hati untuk tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran serupa. Junaid al-Baghdadi mengatakan bahwa “tobat memiliki tiga makna, yakni penyesalan, tekad meninggalkan segala larangan Allah Swt, dan berusaha memenuhi hak-hak semua orang yang pernah dizalimi.
Nashr al-Din al-Thusi, seorang sufi yang mumpuni dalam bidang filsafat dan sains, menjelaskan tentang tobat sebagai al-maqam pertama yang disepakati oleh kaum sufi. Menurutnya, syarat tobat adalah pengetahuan terhadap jenis-jenis amal yang akan membawa manfaat (pahala) dan mudarat (dosa). Menurutnya, tobat terdiri atas tiga hal: tobat yang berhubungan dengan masa lalu,tobat yang berhubungan dengan masa kini, dan tobat yang berhunbungan dengan masa depan. Dalam hubungan dengan masa lalu, ada dua syarat tobat, yakni penyesalan terhadap dosa-dosa yang dilakukan di masa lalu, dan perbuatan yang menunjukkan penyesalan tersebut baik yang berhubungan dengan Allah, dengan diri sendiri, dan dengan orang lain. Dalam hubungan dengan masa kini, ada dua syarat tobat, yakni menahan diri dari melakukan dosa sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan melindungi orang lain dari kezaliman. Dalam hubungan dengan masa depan, ada dua syarat tobat, yakni membuat suatu iktikad untuk tidak melakukan dosa di masa depan, dan bersabar dengan iktikad tersebut sebab seseorang akan sangat mudah tergoda untuk melakukan dosa.
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, ada tiga syarat tobat: penyesalan, meninggalkanm dosa yang dilakukan, dan memperlihatkan penyesalan dan ketidakberdayaan.Menurut Ibn Qudamah, tobat merupakan ungkapan penyesalan atas segala dosanya kepada Allah dan dosanya kepada manusia.
Menurut al-Ghazali, tobat adalah meninggalkan dosa, dan tidak akan mungkin akan dapat meninggalkan dosa bila tidak mengenal macam-macam dosa, sedangkan hukum mengetahui macam-macam dosa adalah wajib.Manusia tobat dibagi menjadi empat tingkat. Pertama, seorang hamba melakukan maksiat dan bertobat, serta istikamah sampai akhir hidupnya. Inilah tingkat tobat para nabi dan rasul. Kedua, seorang hamba bertobat, istikamah menjalankan ibadah dan meninggalkan dosa-dosa besar, tetapi tidak dapat terlepas dari dosa-dosa yang dilakukan tanpa sengaja dan menyesali perbuatan dosa yang dilakukan tanpa sengaja tersebut. Ketiga, seorang hamba bertobat secara terus menerus sampai akhirnya nafsu syahwat mengalahkannya sehingga ia melakukan sebagian dosa. Hamba tersebut rajin beribadah, meninggalkan sejumlah dosa, meskipun terkadang kalah dengan godaan hawa nafsu sehingga melakukan sebagian dosa. Keempat, seorang hamba bertobat, tetapi akhirnya kembali melakukan perbuatan dosa, dan ia sama sekali tidak menyesali perbuatannya tersebut.
Bagi seorang sufi, fungsi taubat bukan hanya menghapus dosa tetapi lebih dari itu adalah sebagai syarat utama agar dekat dengan Allah. Para sufi menetapkan istighfar sebagai salah satu amalan yang harus dilakukan berpuluh bahkan beratus kali dalam sehari agar ia bersih dari dosa. Mereka berinisiatif bahwa Rasulullah sendiri yang sudah bersih dari dosa masih memohon ampun dan bertaubat setiap hari, apalagi seorang manusia biasa yang tak luput darikesalahan dan dosa.

Wara’
Kata warak berasal dari bahasa Arab, wara’a, yari’u, wara’an yang bermakna berhati-hati, tetapi dalam kamus bahasa Indonesia, warak bermakna “patuh dan taat kepada Allah”. Di dunia tasawuf, kata warak ditandai dengan kehati-hatian dan kewaspadaan tinggi.Meskipun istilah ini tidak ditemukan dalam Alquran, tetapi semangat dan perintah untuk bersikap warak dapat dengan mudah ditemukan di dalamnya, dan banyak hadis Nabi Muhammad Saw menggunakan istilah warak.Dalam Sunan Ibn Majah misalnya disebutkan yang artinya:
Dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw. berkata wahai Abu Hurairah, jadilah seorang yang wara’ , maka engkau akan menjadi hambayang utama.Jadilah orang yang menerima apa adanya(qana’ah), maka engkau akan menjadi manusia yang paling bersyukur: Cintailah seseorang sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi mukmin yang sebenarnya.Perbaguslah hubungan tetangga bagi orang yang bertetangga kepadamu, maka engkau akan menjadi Muslim yang sebenarnya.Sedikitlah tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati

Al-Qusyairi menjelaskan bahwa wara’ adalah meninggalkan segala hal yang syubhat. Ibrahim bin Adam berkata wara’ adalah meninggalkan hal-hal yang syubhat dan segala hal yang tidak pasti yakni meninggalkan hal-hal yang tidak berfaedah.Yahya bin Mu’az berkata wara’  terbagi menjadi dua, wara’ lahir yaitu semua gerak aktivitas hanya tertuju kepada Allah Swt, dan wara’ batin yaitu hati yang tidak dimasuki apapun kecuali hanya mengingat Allah Swt. Yunus bin ‘Ubaid mengatakan, wara’ adalah menghindarkan diri dari segala bentuk syubhat dan memelihara diri dari segala bentuk arah pandangan. Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyah, warak adalah menjaga diri dari perbuatan dan barang haram dan syubhat. Menurutnya, ada tiga derajat warak, yakni menjauhi keburukan karena hendak menjaga diri, memperbanyak kebaikan dan menjaga iman; menjaga hukum dari segala hal yang mubah, melepaskan diri dari kehinaan, dan menjaga diri agar tidak melampaui hukum; dan menjauhi segala sesuatu yang mengajak kepada perpecahan.
Kaum sufi yang mengisi hidup dan kehidupannya dengan selalu dalam kebersihan dankesucian, indah dalam kebaikan tentu saja selalu waspada dalam berbuat. Mereka tidak maumenggunakan sesuatu yang tidak jelas statusnya, apalagi yang jelas-jelas haram. Ini dipahami dari hadist nabi yang menyatakan bahwa setiap makanan yang haram dimakan oleh manusia akan menyebabkan noda hitam pada hati yang lama-kelamaan hati menjadi keras. Hal ini sangat ditakuti para sufi yang sellau mengaharapkan nur Illahi yang dipancarkan oleh hatinya yang bersih. Sikap hidup seperti itulah yang disebut wara’.




































KESIMPULAN

Taubat adalah usaha kita meminta ampun kepada Allah agar kita terhapus dari dosa-dosa dan berjanji berusaha tidak akan melakukan dosa itu lagi.Wara’ adalah usaha kita untuk menjaga diri dari sifat buruk atau menjauh dari sifat-sifat dosa atau yang diharamkan oleh Allah serta menjauhi hal yang tidak berguna supaya kita dapat dekat dengan Allah Swt.Taubat dan Warak tidak dapat dipisahkan sebab kita bertobat akan terasa sia-sia jika selanjutnya kita melakukan hal yang membuat dosa dimana wara’ itu sendiri adalah jalan kita agar berhati-hati dalam melakukan tindakan agar tidak terjerumus dalam dosa.









































DAFTAR PUSTAKA


Irham, Iqbal. 2013. “Membangun Moral bangsa melalui Akhlak Tasawuf “.  Ciputat: Pustaka Al-Ihsan

Ja’far. 2016. “Gerbang Tasawuf: dimensi teoritis dan praktis ajaran kaum sufi”. Medan: Perdana Publishing

Siregar, A.Rivay. “Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar