Sabtu, 03 Juni 2017

Fakir dan Sabar



FAKIR DAN SABAR

OLEH:
DOLI RAMADHAN
NIM:0705163027

DOSEN PENGAMPU:
Dr. JA’FAR, M.A

 


FISIKA-1
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri SUMATRA UTARA












PENDAHULUAN

Fakir dan sabar termasuk tingkatan al-maqamat setelah tahap tobat, warak, dan zuhud.Pada tahap fakir dan sabar sangatlah sulit bahkan kita tidak pernah menemui orang yang komplit tingkatannya seperti ini dimuka umum pada zaman sekarang. Maka mari kita pelajari bagaimana bentuk kedekatan terhadap Allah pada tahap fakir dalam hidup sangat sederhana yang berkecukupan dan kesabaran atas ibadah, musibah, maupun godaan nafsu. Semoga pembelajaran ini meningkatkan iman dan takwa kita terhadap Allah swt.











































PEMBAHASAN


Fakir (al-faqr)
Dalam terminologi alquran, istilah fakir berasal dari bahasa Arab, faqura, yafquru, faqran yang artinya miskin. Istilah faqr bermakna kemiskinan. Dalam bahasa Indonesia, fakir berarti “orang yang sangat berkekurangan, orang yang terlalu miskin, atau orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan batin”. Alquran menyebutkan istilah fakir dalam berbagai bentuk, seperti al- faqra sebanyak 1 kali, al- faqir sebanyak 3 kali, faqira sebanyak 2 kali, al- fuqara sebanyak 7 kali, dan faqirah sebanyak 1 kali.

Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan yang artinya:
Memberitakan kepada kami Abu al-Walid, memberitakan kepada kami Salm ibn Zarir, memberitakan kepada kami Abu Raja dari ‘Imran ibn Hushain r.a. dari nabi Muhammad saw, beliau bersabda bahwa aku pernah mengamati di dalam surga, lalu aku melihat yang terbanyak penghuninya adalah orang-orang fakir, dan aku pernah mengamati di dalam neraka, lalu aku melihat yang terbanyak penghuninya adalah wanita.

Dalam Sunan al-Turmudzi disebutkan yang artinya:
Memberitakan kepada kami Abu Kuraib, memberitakan kepada kami al-Muharibi, dari Muhammad ibn ‘Amr dari Abi Salamah, dari Abi Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah saw berkata bahwa orang-orang  fakir dari umat Islam akan masuk surga setengah hari sebelum orang-orang kaya, yaitu waktu yang lamanya lima ratus tahun.

Beberapa dalil tentang fakir adalah Q.S. al- Hasyr/ 59: 273. Mengenai makna fakir, al-Kalabazi berkata “fakir adalah orang tidak boleh mencari mata pencaharian, kecuali orang itu khawatir tidak mampu melaksanakan tugas keagamaan”. Al-Nuri berkata “fakir adalah orang yang harus bungkam ketika tidak memiliki sesuatu, bermurah hati dan tidak hanya memikirkan diri sendiri ketika memiliki sesuatu”. Menurut Nashr al- Dhin al- Thusi, fakir dalam kajian tasawuf adalah “seseorang tidak memiliki kecintaan terhadap kekayaan dan hiasan duniawi, dan jika ia memilikinya maka ia tidak berkeinginan untuk menyimpan dan mengumpulkannya”. Menurut Ibn Qayyim al- Jauziyah, fakir tidak bermakna menafikan kekayaan dan harta, sebab para nabi dan rasul adalah orang-orang kaya dan memiliki kekuasaan, tetapi makna fakir adalah seorang hamba senantiasa memiliki kebutuhan terhadap Allah swt dalam keadaan apapun. Hakikat fakir adalah tidak membutuhkan kepada segala hal dan hanya membutuhkan Allah swt dalam berbagai keadaan. Menurut Ibn Qudamah, derajat tertinggi dalam fakir adalah seorang salik benci kepada harta (zuhud) dan tidak merasa senang dengan harta (rida).
Menurut al- Ghazali, fakir dapat bermakna tidak memiliki harta. Menurutnya, ada lima tingkatan fakir, dua diantaranya yang paling tinggi derajatnya, yakni seorang hamba yang tidak suka diberi harta, merasa tersiksa dengan harta, dan menjaga diri dari kejahatan dan kesibukan untuk mencari harta; dan seorang hamba tidak merasa senang bila mendapatkan harta, dan tidak merasa benci bila tidak mendapatkan harta. 
Secara harfiah faqr biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, memerlukan sesuatu atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi, faqr adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Faqr berarti tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban kepada-Nya. Sifat ini juga bermakna bahwa kita tidak meminta sungguhpun hal itu tidak ada pada diri kita. Namun demikian kita menerima jika diberi, tidak meminta tetapi tidak menolak. Lebih dari itu, sikap ini adalah merasa cukup dengan apa yang telah ada.
Sikap faqr dapat menghindarkan seseorang dari ketamakan dan keserakahan. Sikap faqr dapat memunculkan sikap wara’ yaitu sikap yang menurut para sufi, adalah sikap berhati-hati dalam menghadapi segala sesuatu yang kurang jelas masalahnya.
Sebenarnya, bagaimanapun penekanan yang diberikan masing-masing sufi dalam masalah ini, namun pesan yang tersirat di dalamnya adalah agar manusia bersikap hati-hati terhadap pengaruh  negatif yang timbul akibat keinginan terhadap harta kekayaan. 


Sabar (al- shabr)
Kata sabar berasal dari bahasa Arab, shabara, yashbiru, shabran, maknanya adalah mengikat, bersabar, menahan diri dari larangan hukum, dan menahan diri dari kesedihan. Kata ini disebutkan dalam Alquran sebanyak 103 kali. Dalam bahasa Indonesia, sabar bermakna “tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati), dan tabah, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu”. Kata sabar disebut Alquran berulang kali dengan berbagai bentuk kata yakni shabara sebanyak 2 kali, shabartum sebanyak 2 kali, shabarna sebanyak 2 kali, shabaru sebanyak 15 kali, thasbiru, sebanyak 1 kali,  sebanyak 5 kali, atashbiruna sebanyak 1 kali, nashbira sebanyak 1 kali, walanashbiranna sebanyak 1 kali, yashbir sebanyak 1 kali, yashbiru sebanyak 1 kali, ashbir sebanyak 19 kali, ashbiru sebanyak 6 kali, shabiru sebanyak 1 kali, ma ashbarahum sebanyak 1 kali, ashthabir sebanyak 3 kali, al-ashshabru sebanyak 6 kali, shabra sebanyak 8 kali, shabruka sebanyak 1 kali, shabiran sebanyak 2 kali, al-shabirun sebanyak 3 kali, al-shabirin sebanyak 15 kali, shabirah sebanyak 1 kali, al-shabirat sebanyak 1 kali, dan shabbarin sebanyak 4 kali.

Allah swt berfirman Q.S. al-Anfal/ 8: 46 yang artinya,
Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan yang artinya:
Memberitakan kepada kami Muhammad ibn Basysyar al-Abdi, mengabarkan kepada kami Muhammad ibn Ja’far, memberitakan kepada kami Syu’bah dari Tsabit, ia berkata aku mendengar Anas ibn Malik mengatakan bahwa Rasulullah saw berkata sabar yang sempurna adalah pada pukulan (saat menghadapi cobaan) yang pertama.

Al-Qusyairi dan al- Ghazali menyebutkan dalil-dalil sabar, antara lain Q.S. al-Sajdah/32: 24; Q.S. al-A’raf/7: 137; Q.S. al-Nahl/16: 96,127; Q.S. al-Qashash/27: 54; Q.S. al-Zumar/39: 10; Q.S. al-Anfal/ 8: 46; Q.S. al-Thur/52: 48; dan Q.S. Shad/38: 44. Mengenai makna sabar menurut kaum sufi awal, Dzun al- Nun al- Mishri, misalnya, pernah mengatakan bahwa “sabar adalah menjauhi hal-hal yang bertentangan, bersikap tenang ketika menelan pahitnya cobaan, dan menampakkan sikap kaya dengan menyembunyikan kefakiran dalam kehidupan”. Ibn ‘Atha berkata: “sabar adalah tertimpa cobaan dengan tetap berperilaku baik”. Sebagian ulama, kata al-Qusyairi, berkata: “sabar adalah tertimpa cobaan dengan tetap bersikap baik dalam pergaulan sebagaimana keadaan sehat.” Menurut Nashr al-Din al-Thusi, sabar secara harfiah bermakna “mencegah jiwa dari perasaan waswas ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.” Al-Thusi membagi sabar menjadi tiga jenis: sabar kaum awam, yakni menjaga jiwa agar tetap kokoh dalam kesabaran dan tetap konsisten dalam kekuatannya; kesabaran kaum zuhud, yakni rasa takut dan sikap sabar kepada Allah dalam harapan untuk memperoleh ganjaran di akhirat; dan kesabaran ahli hikmah, yakni merasakan kebahagiaan walaupun ditimpa musibah. Al-Ghazali, Ibn Qudamah, dan Ibn Qayyim al-Jauziyah membagi sabar menjadi 3: sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar dari godaan untuk melakukan perbuatan maksiat, dan sabar atas musibah dari Allah swt. 
Suatu kesabaran memang dibutuhkan oleh seseorang, terutama seorang sufi yang ingin mencapai tujuannya. Namun demikian, kata al-Ghazali kesabaran itu baru dapat timbul apabila adanya iman yang kuat. Sebab itu, menurut al-Ghazali, sabar itu merupakan kondisi jiwa yang timbul karena iman.
Dengan demikian sabar itu erat hubungannya dengan pengendalian diri, pengendalian sikap, dan pengendalian emosi. Apabila seseorang telah mampu mengontrol dan mengendalikan nafsunya, maka sikap dan daya sabar itu akan tercipta. 
































KESIMPULAN

Fakir adalah kondisi seseorang yang ingin dekat kepada Allah swt dengan memutuskan kebutuhan duniawi yang berupa uang dan harta kekayaan karena segala kebutuhan di dunia harus dibeli dengan uang dan harta sebagai dasarnya, maka agar tidak terjebak dalam keinginan memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat haruslah membatasi diri dari kehidupan dunia serta uang harta tersebut lebih baik disedekahkan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Sabar adalah keadaan seseorang yang menahan sifat buruk seperti  emosional dan nafsu agar hatinya suci dan tenteram mengingat Allah swt. Dalam dua hal fakir dan sabar ada keterkaitan antar keduanya yakni didalam hidup serba berkecukupan (fakir) harus senantiasa sabar untuk membatasi diri dari sikap konsumtif manusia jaman sekarang bahkan ketika ada rezeki harus sebahagian diberikan kepada yang lebih membutuhkan.




































DAFTAR PUSTAKA


Irham,Iqbal.  2012. “Membangun Moral Bangsa Melalui Akhlak Tasawuf”. Ciputat: Pustaka Al-Ihsan


Ja’far. 2016. “Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis Dan Praktis Ajaran Kaum Sufi”.  Medan: Perdana Publishing


Tidak ada komentar:

Posting Komentar